Big Hug...
Mentari
bersinar sangat terik. Langit terlihat tenang dan bersih, tak terlihat awan
sama sekali. Kalaupun ada hanya beberapa. Di tengah lapangan debu-debu
berterbangan seolah-olah menari. Sejuknya udara pagi ini membuatku semakin
bersemangat untuk melakukan aktifitas pagi ini. Ini bukan hari biasanya untukku
maupun teman-temanku. Dengan seragam biru langit dipadukan dengan sebuah celana
hitam hingga lututku. Tak lupa juga sebuah ID sekolah, yang bertuliskan
dipunggungku “SD Negeri 5 Kawan ”. Yang terakhir, sepasang sepatu hitam lengkap
dengan kaos kakinya telah terpasang indah dan rapi di kedua kakiku. Mau
kemanakah aku ini? Sekolah tentunya...
“Yapp, siap ! Berangkat !!!” seruku.
“Ma.. Pamit ya..”
“Iya nak..hati-hati..” kata Ibuku.
Aku, Indri seorang murid SD berusia
12 tahun. Sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang murid untuk pergi
kesekolah. Bisa dikatakan sekolah adalah rumah kedua bagiku. Disana aku
belajar, bertemu teman-teman, guru, bermain dan yang lainnya. Seperti halnya
yang kulakukan saat ini , sekarang tepat bulan tengah semester yaitu, waktunya
kami bagi para siswa untuk mempersiapkan diri beberapa hari sebelum nantinya
ulangan kenaikan kelas akan dilaksanakan. Yahh..bisa dibilang ini untuk
menghilangkan rasa deg-degan kami.
“Holaa
semua...” seruku pada teman-temanku ketika sampai disekolah. Mereka lagi kumpul
di halaman sekolah dan menyorakiku huhh...
“Oh hey In... pagi juga nih datengnya”
kata Sintya.
“Hahaha
iya dong sin, harus semangatlah masa pagi-pagi udah loyo...ya ga?? ya ga ?? Eh
yang lain kemana nih? ” Tanyaku pada Sintya.
“Yang lain siapa? Liat dong nih
sekolah udah lumayan rame ckck”
“Lah
dasar kamu ini, itu cimit-cimit lagi 2, di Ditha sama Yuli. Udah siang begini
kok
belum datang sih, kebiasaan deh...”
belum datang sih, kebiasaan deh...”
“Teeeettt...ttt”
Nyaring terdengar bunyi bel sekolah. Bel yang menandai semua murid dari kelas
1-kelas 6 harus segera berkumpul di halaman sekolah. Dan bersamaan dengan itu
kedua temanku, Ditha dan Yuli pun datang. Dasar mereka ini...haa
Masing-masing ketua kelas telah siap
di depan pasukan mereka dan memberi aba-aba. Ku lirik kearah paling kanan,
tempat murid kelas 1. Wah mereka lucu – lucu sekali, sudah kecil, imut pula
lagi. Aaa pingin deh dicubit pipinya. Hihi... “Eitss...” kurasakan seseorang
menyikut lenganku. “Eh baris yang bener...siap gerak tau, malah istirahat”
tegur Anan salah satu teman cowokku di kelas. Hampir saja aku lupa kalau sedang
berbaris... ada-ada saja.
“Baik
anak-anak hari ini kita akan mengadakan beberapa lomba untuk merayakan hari
tengah semester kali ini. Bapak harap kalian bisa mengikuti dengan baik. “ kata
Bapak Guru.
Dibacakanlah beberapa urutan lomba
yang bisa diikuti bagi kami semua, diantaranya lomba gigit sendok yang diisi
kelereng untuk anak kelas 1 dan 2, kemudian lomba balap karung untuk anak kelas
3 dan 4, dan lomba menangkap belut bagi anak kelas 5 dan 6. Wah kami murid
kelas 6 kebagian nangkap belut.. iii menggelikan..Setelah daftar lomba selesai
dibacakan, kegaduhan mulai terdengar biasalah murid-murid kalau sudah senang.
Begini nih, lupa situasi. Haha..
“Anak-anak
tolong diam sebentar. Bapak masih bicara. Jadi, sebelum kegiatan lomba
dilaksanakan mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing agar
apa yang kita lakukan hari ini dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi
kita semua. Berdoa dimulai... “
Kami semua menundukkan kepala
sejenak. Keheningan terasa seketika. Sungguh hikmat, dalam hati aku berdoa
berharap semuanya berjalan dengan baik.
“Selesai...” kata Pak guru.
“Baik
anak-anak, seluruhnya siap gerak, tanpa penghormatan, balik kanan bubar,
jalan!”
Bubarlah
seluruh barisan, lautan siswa dimana-mana. Serasa seperti keluarga besar saja,
bayangkan jumlah murid kelas 1 sampai dengan kelas 6 mungkin sekitar 250 lebih
siswa. Wow.. banyak juga. Perlombaan pertama yang diadakan adalah bagi siswa
kelas 1 dan 2. Wah lucu sekali mereka ini. Haha aku memang sedikit suka dengan
anak kecil, apalagi adik-adik kelasku ini. Mereka pendek-pendek sekali, bahkan
ada yang hingga perutku tingginya. Kecil sekali bukan.
“Baik...bapak
bacakan pemenangnya juara 1 Wira dari kelas 2a, juara 2 Rias dari kelas 1b, dan
juara 3 Ayu dari kelas 1a” Seru Pak guru memberikan pengumuman.
“Yeeeeeyyy.....”
seru kami para kakak kelas. Sungguh cukup meriah juga acara ini.
Setelah
lomba bagi para adik kelas selesai, selanjutnya kini giliran kami yang
berlomba. Yaitu lomba menangkap belut. Mendengarnya saja aku sudah cukup agak
takut. Belut itu kan menggelikan, membayangkannya saja seperti membayangkan
seekor ular. Panjang, berlendir, berlikak likuk di air aaah benar-benar seperti
ular saja. Kami dari kelas 5 dan 6 dikumpulkan di lapangan Basket sekolah ini.
Tidak luas memang tapi tidak terlalu kecil juga, yah sedang lah. Setidaknya
cukup untuk diadakan perlombaan disini. Persiapan ditempat ini juga sudah
dilakukan, wah guruku memang hebat. Mereka kreatif. Beberapa buah botol minuman
besar berisi air telah tertata rapi di salah satu ujung sisi lapangan ini.
Kemudian dengan jarak kira-kira 4meter. Di sisi berlawanan lainnya telah
tertata rapi juga beberapa ember hitam yang berisikan beberapa ekor belut.
Kami
diperintahkan untuk membentuk kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4 orang
siswa. Aku berkelompok dengan Sintya, Ditha dan Yuli. Semua murid telah
membentuk kelompok, Ibu Guru wali kelasku bernama Ibu Ari telah berdiri di
depan kami semua.
“Baik
anak-anak sudah semua dapat kelompok?” Ucap Ibu Ari
“Sudah
Bu...” jawab kami serempak
“Baiklah
jika begitu, jadi peraturannya disini adalah, 1 kelompok anak berbaris di depan
botol air yang disediakan. Kemudian ketika peluit dibunyikan, satu anak berlari
kedepan kearah ember hitam itu, dan mengambil 1 belut. Setelah dapat, anak
kembali berlari ke tempat botol air, dan masukkan belut itu kedalamnya. Begitu
seterusnya barisan kedua hingga keempat. Begitu waktu selesai, peluit akan
dibunyikan kembali. Anak-anak tidak boleh mengambil belut. Mengerti anak –
anak. Apa ada pertanyaan?”
Salah
satu temanku, Indra mengacungkan jarinya dan berkata “Haruskah 1 belut yang
diambil Bu? Bagaimana kalau lebih?”
“Iya
harus satu. Tidak boleh lebih. Apa ada lagi? Baiklah jika tidak ada mari kita
mulai perlombaan ini.” Jawab Ibu Ari.
Setelah mendengar penjelasan Ibu
wali kelasku aku dan teman-teman langsung berkumpul dan menyusun strategi.
“Kata
Ayahku, kalau menangkap belut kita pegang kepalanya trus jepitkan dengan jari
telunjuk dan ibu jari. Pasti tidak akan lepas” Sintya memberi tahu.
“Oh
iya, begitu dah Ayahku juga bilang begitu padaku.” Sahut Yuli memberi dukungan
tentang cara itu.
“O
ow..okelah, kita pakai yang itu... “ jawabku.
“Wah
kok kayaknya susah yah, ak kurang bisa mengikuti nih. Aku gimana aja ya, yang
penting kan belutnya sampai” timpal Ditha, yang sedari tadi diam melihat kami
berdiskusi.
Baiklah
acara diskusi selesai, kami mendapat giliran bermain babak kedua.
Jadi
sebelumnya kami bisa melihat dululah, kira-kira kelemahan tim lain seperti apa.
Ada pemandangan yang cukup aneh kulihat. Diujung sana, tempat ember belut.
Kulihat wali kelasku dengan mudahnya mengambil belut, dihitungnya belut-belut
itu satu persatu ke dalam ember. Hingga jumlah semuanya sama rata. Waduh, sejak
kapan Ibu Ari berani megang belut? Pikirku.
“Sin..sin, liat deh Bu Ari kok
berani ya megang belut”
“Hahaha
kalau nggak salah nih, Bu Ari kan punya budidaya belut In, makannya Ibunya
pasti sudah sering deh megang belut” jawab Sintya.
“Ooo
Ibu Ari kan memang punya budidaya belut kok, tanya aja anaknya tuh ...” jawab
Ditha meyakini sambil melirik kearah anak Ibu Ari yang memang satu kelas dengan
kami Andika namanya.
Tak
lama lomba pun dimulai. Sorakan murid-murid, mendukung tim jagoannya pun mulai
terdengar. Aah ini terlihat cukup susah juga ya. Beberapa ada yang menjatuhkan
belutnya dan diambil lagi, mungkin karena terlalu licin akibat lendirnya itu.
Sepertinya memang susah untuk mengambil lebih dari satu.
“Teman-teman
kita ambilnya satu-satu aja yuk, daripada banyak nanti jatuh, lalu kita ambil.
Itu pasti akan buang-buang waktu. Lebih baik satu, tapi cepat sampai. Gimana?”
kata Yuli memberi saran.
Aku,
Sintya dan Ditha hanya mengangguk setuju. Kami bertiga sedang asyik melihat
jalannya perlombaan. Tetapi walaupun begitu kami tidak mengabaikan perkataan
Yuli tadi. Malah sebainya seperti itu.
“Aaah
deg-degan nih...” Kataku
“Wah
aku juga loo... gimana ya? Itu geli tapi...” jawab Sintya
“Gak
apa teman-teman belut gak gigit kok, kan gak punya gigi. Kalau sudah sampai di
depan embar, masukkin aja tangan kita terus ambil deh satu. Gampang kan J “ timpal Yuli dengan
santainya.
“Allaaah
kamu ini gampang banget ngomong ckck “ sahut Ditha.
“Ahaha
ga apalah, gitu aja deh. Pokoknya kita harus hati-hati, usahain cepet. Oke
teman-teman?” ucapku memberi semangat.
“Oke!”
jawab mereka serempak dengan semangat.
Baiklah
kami telah siap di depan botol minuman. Dengan urutan barisan, Yuli pertama,
kemudian Sintya, lalu Aku, dan yang terakhir tentunya Ditha. Mau siapa lagi?
Haha. Peluit pertama dibunyikan, dengan cepat Yuli berlari kedepan kearah ember
hitam berisi belut itu. Wah dia cukup gesit juga, satu belut telah terisi di
botol kami. Sementara kelompok lain belum. Permulaan yang cukup baik.
“Ayo
kelompoknya Indri,.....” teriak salah seorang teman sekelasku memberi kami
semangat. Diikuti dengan iringan sorakan riuh teman-temanku yang lainnya.
Selanjutnya giliran Sintya, sepertinya dia sedikit mengalami kesulitan di depan
sana. Tapi cepat juga dia berlari kesini. Wah 2 sudah belut kami. Dan kini
giliranku, dengan sekuat tenaga aku berlari kedepan. Kemudian dengan cepat
kuraih seekor belut, ku genggam kuat-kuat agar tidak jatuh. Dan yapp... 3 sudah
belut yang kami dapatkan. Yang selanjutnya adalah Ditha, wah dia tak kalah
hebatnya juga dengan kami. Di dapatkannya seekor belut juga, meskipun sedikit
terkendala dengan lendir pada belut itu. Membuat belutnya sedikit bergoyang
ketika ingin dimasukkan ke dalam botol, hampir saja belut itu jatuh. Untungnya
Ditha memakai kedua tangannya. Benar-benar kerja tim diuji disini. Kami harus
kompak.
“Ayo
Yul sekarang giliranmu...” ucapku mengingatkan Yuli.
“Oke...”
jawabnya segera berlari.
Begitulah
jalannya perlombaan, hingga peluit panjang dibunyikan. Ketika Sintya berlari
dan akan meraih salah satu belut. Dan hasilnya adalah 11 belut kami dapatkan.
Lumayan banyak. Akan tetapi pengumuman dari Ibu Ari masih kami tunggu. Untuk
memastikan siapa juaranya. Sintya yang berada di ujung, tempat ember hitam.
Berlari menghampiri kami bertiga. Satu persatu botol air diambil dan
dihitunglah jumlah belutnya. Mereka hebat-hebat ada yang jumlahnya 9, 10 bahkan
ada satu tim yang jumlahnya sama dengan kami. Bagaimana ini?
“Baiklah
Ibu umumkan juaranya, Juara ketiga diraih murid kelas 5 dengan jumlah belut 9
ekor” seru Ibu Ari diiringi tepuk tangan meriah dari penonton.
“Juara
kedua diraih murid kelas 5 juga dengan jumlah belut 10 ekor” kali ini tim yang
disebutkan itu jingkrak-jingkrak tidak jelas.
Tibalah
pengumuman untuk juara pertama. Dalam hati aku berkata “Ya Tuhan, menang yah?”
Aku, Ditha, Sintya, dan Yuli berharap bahwa kamilah pemenangnya, dilihat dari
jumlah belut kamilah yang paling banyak. Tetapi dari murid kelas 5 juga
mendapatkan belut dengan jumlah yang sama dengan kami.
“Dan
untuk juara pertama, karena disini 2 tim mendapatkan jumlah belut yang sama.
Akan tetapi Ibu mencari proses yang benar-benar bersih.”
Deg..deg..deg..
jantungku berdegup cukup kencang. Ku tatap ketiga temanku. Dengan pangdangan
bertanya seolah-olah berkata “Apa maksudnya? Bersih?”
“Tim
dari murid kelas 5 dan murid kelas 6 mendapatkan jumlah belut yang sama yaitu
11 ekor. Akan tetapi ketika murid kelas 5 mengambil belut, sempat terjatuh
salah satunya. Sedangkan tim murid kelas 6 tidak menjatuhkan satupun belut
dalam perlombaan”
Raut
wajah yang cukup berseri muncul dari Aku, Ditha, Sintya dan Yuli. Begitu juga
teman-teman sekelasku. Kami sudah bisa cukup menangkap kesimpulan dari Ibu Ari.
Akan tetapi pengumumannya belum resmi. Jadi kami dengan perasaan sedikit lega
mendengar kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Bu Ari.
“Jadi anak-anak pemenangnya
adaaalaah..... tiiiiiiiimmmm dari.... “
“Ahh
Ibu jangan lama-lama dong nyebutinnya...”Ucapku dalam hati.
“MURID
KELAS 6!!!!” Seru Ibu Waliku itu dengan semangatnya..
Mendengar itu, aku dan
semuanya langsung berteriak, bersorak, berpelukan. Tumpah sudah kegembiraan
kami semua disana. Betapa senangnya kami. Hasil kerja kami tidak sia-sia.
Dengan kekompakkan kami, kebersamaan, diraihlah juara ini. Meskpun ini bukan
perlombaan yang cukup bergengsi. Akan tetapi, bagi kami tidak ada yang lebih
penting dari sebuah rasa persaudaraan, kebersamaan, dan kebahagiaan. Aku sayang
kalian teman-temanku.
Kau alasanku bernyanyi
Alasanku nikmati
Indahnya hari yang hadir
dalam hidupku
Kau alasanku berharap
Alasan ku percaya
Engkaulah alasan yang
terbaik BAGIKU..
(Zahra, Alasan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar